“Saya memilih untuk terus aktif di bidang pendidikan. Saya fokus di kampus dan di pelosok-pelosok saja untuk memimpin pendidikan,’’ kata Anies Baswedan kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
“Sebelumnya Partai Demokrat menyambut baik wacana pencalonan akademisi Anies Baswedan sebagai salah satu kandidat capres. Jika Anies tertarik, maka partai ini mempersilakannya maju dalam bursa konvensi.
“Kami membuka pendaftaran. Anies Baswedan oke, Mahfud MD oke. Kami terbuka untuk semua orang. Keduanya juga punya elektabilitas yang sudah tergambar,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua.
Anies Baswedan selanjutnya mengatakan, hendaknya parpol mengubah cara pikirnya. Selama ini selalu mencari pejabat negara. Padahal yang harusnya dicari adalah pemimpin.
Berikut kutipan selengkapnya:
Pemimpin seperti apa yang Anda maksud?
Yang dibutuhkan rakyat saat ini sosok pemimpin, bukan pejabat. Hari-hari ini saya lihat banyak orang yang mencari jabatan, bukan mencari pemimpin.
Sosok pemimpin‘yang ideal itu seperti apa?
Pemimpin yang ideal adalah orang yang mampu mendorong orang lain untuk menyelesaikan masalah. Di negara kita itu terlalu banyak masalah. Satu orang tidak akan sanggup menyelesaikan semuanya. Maka dari itu kita membutuhkan seseorang yang mampu mendorong banyak orang untuk bergerak menyelesaikan berbagai macam masalah.
Dalam ultah Rakyat Merdeka, Presiden SBY bilang, dihadapannya ada sekitar 20 orang tokoh yang memiliki modal menjadi capres, apa Anda salah satunya?
Saya tidak tahu siapa saja 20 orang yang dimaksud Presiden. Yang hadir di acara ini kan banyak. Silakan tanya kepada Pak Presiden siapa ke-20 nama tersebut.
Apa Anda tidak berminat menjadi capres?
Saya melihatnya bahwa berbuat sesuatu itu tidak harus menjadi presiden. Di luar pemerintahan pun kami bisa berbuat sesuatu untuk rakyat dan bangsa.
Bagaimana kalau ada parpol yang menawarkan Anda ikut konvensi capres?
Kan sudah ada 20 nama itu. Saya urus pendidikan saja dulu. Menurut saya urusan republik ini lebih daripada soal sekadar kursi. Mari kita buktikan kepada sejarah, bahwa keseharian kita tidak hanya memikirkan dapat kursi, tapi memikirkan republik ini.
Anda mendapatkan Golden Idea Award dari Rakyat Merdeka, tanggapannya?
Saya menerima penghargaan ini sebetulnya hanya sekadar mewakili anak-anak muda yang sudah turun tangan di bidang pendidikan. Istilah kami, melunasi janji kemerdekaan mencerdaskan anak-anak bangsa. Alhamdulillah banyak anak muda yang mau berpartisipasi.
Tapi sejujurnya saya salut dengan Rakyat Merdeka yang merupakan surat kabar politik. Tapi memberi perhatian kepada aktifitas memajukan masyarakat di luar bidang politik. Ini juga bisa menjadi bukti, kalau berkeringat itu nggak harus di partai politik.
Apa sejumlah prestasi yang Anda dapatkan dijadikan modal untuk terjun ke politik?
O tidak. Yang kami lakukan ini kan di tempat-tempat yang bupati saja jarang ke sana. Orang-orang nggak ada yang memperhatikan. Semua ini merupakan sebuah kegiatan murni untuk saudara-saudara kita yang sering terlewatkan. Kemudian ini mendapat perhatian, saya apresiasi. Tantangan kita adalah bagaimana memajukan dunia pendidikan.
Harga BBM sepakat dinaikkan, tanggapan Anda?
Yang harus diperhatikan sekarang adalah efisiensi penggunaan Anggaran, Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara keseluruhan. Pengeluaran rutin mengalami lonjakan yang luar biasa dalam delapan tahun terakhir. Maka pemerintah harus melakukan pengetatan, harus ada perbaikan.
Apa pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) itu tepat atau tidak?
Temen-temen wartawan mungkin melihat ini sebagai kontroversi yang menarik untuk Headline. Tapi jangan seperti itu. Jangan orang-orang yang sudah sulit jadi komoditas politik. Ini kan ramai karena jadi konsumsi elite. Kalau mau berdebat soal pengganti subsidi BBM itu jangan soal ada atau nggak BLSM, tapi apakah tepat atau tidak. Soal pro terhadap rakyat atau tidak.
Apa ini artinya Anda setuju kenaikan harga BBM dan BLSM?
Kalau Anda memaksa saya menjawab ya atau tidak, artinya Anda berusaha menjebak. Jawaban itu cuma untuk di kolom tanya jawab terbatas. Tapi yang ingin saya sampaikan di sini, ada masalah yang jauh lebih besar daripada sekadar setuju atau tidak setuju harga BBM naik, dan tepat atau tidak tepat pemberian BLSM.
APBN 2013 itu kan Rp 1.600 triliun. Sedangkan APBN 2005 itu hanya Rp 500 triliun. Anggaran pengeluaran rutin tahun 2005 sekitar Rp 80 triliun. Itu jauh lebih banyak pada tahun 2013 yang naik menjadi hampir tiga kali lipatnya, yaitu Rp 230 triliun. Apa kalian pernah bertanya kenapa bisa terjadi peningkatan hingga sebesar itu.
Pajak yang kita bayarkan ke negara total itu mencapai Rp 1.200 triliun, masa kita nggak tahu untuk apa. Menurut saya selama ini kita terjebak pada urusan yang lebih mikro yang secara politik memang menarik. Tapi masalah sesungguhnya bukan itu. Anda meminta saya menjawab setuju atau tidak, tepat atau tidak, tapi nanti dulu, saya ingin memperlihatkan ada masalah yang lebih penting dari itu. [Harian Rakyat Merdeka]
Posting Komentar